Hari itu, jadwal kembali ke bogor. Masih harus mengurusi satu ujian yang sempat terhambat karena kondisi fisik yang tidak mendukung. Agenda hari itu, pagi menyelesaikan agenda dengan sebuah instansi untuk mengurusi kelompok halaqoh adik-adik SMA di SMAN 14. Kemudian siangnya jam 14.30 berangkat menuju bogor. Menyusun agenda sebaik mungkin agar bisa diselesaikan tepat waktu dan sesuai target.
Apes, hari itu semua agenda terpaksa mundur tiga jam. Kurangnya ketegasan pada diri senidiri ternyata berakibat besar. Malam hari itu, memaksakan diri untuk tetap membuka mata, menjelajahi dunia maya hingga pukul 01.00 dini hari. Mestinya, dengan kesadaran penuh tahu harus segera tidur karena besok masih ada agenda yang padat merayap yang harus diselesaikan. Malam itu, seperti dihipnotis dengan jejaring sosial, memaksa mata untuk tetap membuka. Alhasil, qiyamul lail malam itu pun terlewat. 01.30 baru bisa memejamkan mata, dan memulai istirahat panjang.
05.30 dibangunkan ibu, khawatir tidak sempat shalat shubuh. Efek begadang ternyata cukup parah. Bangun hanya untuk shalat shubuh, merasa masih sangat letih, melanjutkan kembali tidur pagi itu. Begadang ternyata tidak baik. Ada benarnya sebuah lirik Rhoma Irama, “begadang jangan begadaaang, bila tiada artinya…aa..” 1st learning: jangan begadang untuk hal yang tidak penting.
Memulai agenda pukul 10.30. Mengendarai motor dengan kecepatan sedang, berharap dzuhur tidak segera tiba karena itu berarti jam istirahat pun datang. Menuju Bandung barat, mencari sebuah lokasi. Karena ini pertama kalinya, jadi benar-benar mencari dengan seksama. Putaran pertama tidak menemukan lokasi yang dituju. Merasa kurang yakin, kembali mencari pada putaran kedua. Tetap tidak ketemu. Sekali lagi, dengan perlahan, kembali mencari. Untuk ketiga kalinya, dan tetap tidak ketemu. Segera berinisiatif menuju lokasi lainnya, Bandung timur. Namun sebelumnya, harus menunaikan amanah orang tua terlebih dahulu. Membayar tiket travel menuju Bogor yang sudah dipesan terlebih dahulu. Oke, berbelok ke daerah pasteur.
Selesai dari pasteur segera melanjutkan ke Bandung timur. Di tengah perjalanan, adzan dzuhur berkumandang. “mumpung di luar, shalat di masjid mana yaa??”, segera memutar otak memilih lokasi untuk sejenak beristirahat sekaligus menunaikan ibadah shalat dzuhur. Dan, Masjid Salman pun dipilih.
12.50, kecepatan mulai meningkat menuju Bandung timur. Mandala jati, meskipun dekat dengan rumah namun rasanya baru kali ini mendengar nama daerah itu.
Sampai di lokasi, mencari alamat yang dituju. Sama saja seperti sebelumnya, mencari alamat memang tidak mudah. 13.10 berhasil menemukan alamat yang dituju. Menemukan alamat yang dicari tidak ketemu-ketemu itu ternyata sangat..sangat..sangat membuat lega..
Mematikan motor, membuka helm dan sejenak memperhatikan rumah itu. Selewat, perasaan aneh muncul “ko sepi banget yaa..?”. Bersegera mempositifkan perasaan dan pikiran. Meletakkan helm, dan segera menuju pagar rumah tersebut. “assalaamu’alaikum..(mengetuk pintu)”, perlahan mengetuk pintu rumah itu, tidak ada jawaban. “mungkin kurang keras..”, kembali mengetuk pintu “assalaamu’alaikum.. (suara keras)”, kembali hening. Mulai khawatir “jangan-jangan memang tidak ada orang..”, dengan sedikit ke-optimis-an kembali mengetuk rumah itu, “asaalaamu’alaikum..”. Tetap tidak ada jawaban. Kesimpulan didapat, rumah itu kosong. Jendela tertutup sangat rapat. Sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan. Kecewa, sedih.. “urusan akan semakin panjang. Terpaksa tidak dapat selesai pekan ini. Masih harus bersabar menunggu pekan depan.”
13.25 Memakai helm, segera pulang ke rumah. Di tengah jalan tiba-tiba ibu menelpon. Tidak sempat diangkat, panggilan tak terjawab. Kembali meneruskan perjalanan pulang.
13.40 sampai di rumah. Menuju kamar, menyiapkan segala kebutuhan untuk dua hari bertahan di bogor. Memilah-milah barang yang harus dibawa. Hanya untuk 2 hari. Perlahan sebuah suara mendekat, memecah konsentrasi. Ibu datang menghampiri, sedikit mengomentari aktivitas hari ini, “mba, harusnya mba bisa hitung mana yang prioritas mana yang bisa ditunda………… (terus melanjutkan pembicaraan)”. Mendengarkan dengan seksama, dan masih packing barang-barang. Di akhir, ibu berkata “tadinya kalo mba dzuhur udah di rumah ibu mau ngajakin mba makan dulu sambil entar otw nganter mba ke travel”. Jleg, sejenak menghentikan packing. Sedikit pembelaan keluar, “yaaaaaaa, ibu kenapa engga bilang dari pagi. Kalo tau ibu mau ngajak makan diusahain dari dzuhur udah di rumah..”. dan saat itu ibu hanya menjawab “ibu ga sempet bilang ke emba. Tasi pagi ribet untuk pameran, nyiapin makanan untuk di rumah. Baru inget pas emba pergi.” Huaaaa, tau? Ini rasanya tidak enak. Seperti sudah membuat orang tua kecewa, lalu dengan alasan ‘sibuk’ membuat hatinya semakin sakit.
Terpikir, agenda dengan orang tua apa harus membuat janji terlebih dahulu? Menuliskan di agenda agar bisa menata kegiatan lain pada waktu lain. Padahal, saat kita bayi ketika orang tua sibuk di luaran sana ketika mendengar kita sakit harus dibawa ke rumah sakit atau sekedar bilang, “ibu, aku di rumah sendirian, takut ga berani” seketika orang tua langsung pulang menuju rumah. Saat ini, saat masih menjadi haknya, salahkah ketika orang tua meminta sedikit waktu untuk sekedar makan bersama ke tempat kesukaannya?
Sesibuk apapun, kini masih menjadi hak orang tua. Membahagiakan mereka, sekedar memenuhi keinginan-keinginan kecilnya demi sebuah senyuman indah di wajahnya. Ahh, maaf ibu.. memang belum bisa menjadi anak yang berbakti.
Sejak hari itu, berharap bisa menebus kesalahan itu, berusaha memenuhi semua permintaannya. Lelah, tapi tidak selelah mereka yang terus berusaha memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Tidak hanya lahir, batin pun mereka penui. Dengan badan yang kian rapuh, masih berusaha memenuhi segala kebutuhan dan keinginan anaknya. Allahummagfirlahum.. (:’D)
14.30 sampai di travel, diantar ayah. Menuju bogor, bismillah