“apa motivasi kamu ikut dkm ini?”,
kalimat pertama yang ditanyakan oleh salah satu kakak kelas saat baru mengikuti salah satu ekstrakulikuler di sebuah sekolah menengah atas negeri kota bandung.
“sebagai benteng, untuk menjaga diri agar tetap istiqomah. Em, juga untuk menambah wawasan mengenai islam”,
jawaban singkat yang terlontar saat pertanyaan itu melayang. Beberapa teman lain pun mengatakan jawaban yang sama, “untuk menjaga diri, sebagai benteng diri, dan untuk menambah wawasan mengenai islam”. Awal dari sebuah perjalanan panjang. Mereka sering menyebutnya sebagai suatu perjalanan panjang tanpa ujung. Perjalanan yang tidak mulus, penuh onak serta duri. Perjalanan yang tidak akan menunggu subjeknya. Siapa lengah maka akan tergantikan. Beginilah jalan ini.
Saat itu, baru menginjak tahun pertama di sekolah menengah atas. Kelas sepuluh. Masih mencoba-coba berbagai kegiatan, ceritanya mencari jati diri. Hahah, ungkapan yang terlalu sering dijadikan sebuah alasan bagi mereka yang berada dalam kondisi labil. Mencoba mengikuti suatu klub ke-ilmiah-an, KIR (Kelompok Ilmiah Remaja). Tidak terlalu mulus. Kegiatannya tidak begitu jelas. Membuat tapai. Satu-satunya program yang terlaksana.
Ittazura Kurabu. Suatu klub mengenai ke-Jepang-an. Klub yang sangat..sangat…sangat… disukai. Klub ini menggeser seluruh prioritas saat itu. Latihan rutin selalu diikuti, tidak ada satu kali pun absen. Sampai-sampai sempat terpikir akan terus menggeluti klub ini sampai lulus nanati (okee, ini pemikiran sesaat). Tidak dapat dipungkiri. Klub ini benar-benar menularkan virus yang sangat parah. Bisa dibilang seperti harajuku. Benar-benar mencintai budaya mereka, melebihi budaya sendiri. Ckckck, mulai berlebihan.
Masih kelas sepuluh. Berbagai proker rutinan dari DKM yang harus diikuti. Ta’lim, keputrian, mentoring. Rasanya bosan sekali, apa lagi saat ditambah kegiatan baru, Tadarus. Ya ampuun, benar-benar membosankan. Tapi mereka tidak pernah kehilangan akal. Ada-ada saja tindakkan mereka untuk terus mempertahankan kami mengikuti kegiatan pekanan itu. Cukup berhasil, beberapa kali terjebak dan tidak bisa menghindar dari kegiatan-kegiatan itu, alhasil kali itu mendadak menjadi anggota yang baik, mengikuti rangkaian kegiatan dengan khusyuk. Tahun pertama, sering kali mencuri-curi waktu untuk tidak menghilang dari kegiatan pekanan dari DKM. Dan selalu daja, Ittazura dijadikan alasan. Haha, sangat berbeda. Ittazura yang tidak pernah absen, dan kegiatan pekanan DKM yang selalu absen. Tapi, kalau sudah kegiatan perayaan hari besar islam, tanpa ragu pasti ikut berpartisipasi. Haha..
Sempat berpikir, wajarlah kan masih tahun pertama. Masih mencari jati diri. Mencari zona nyaman yang pas. Masih berusaha beradaptasi dengan lingkungan.
Tahun kedua. Akademik memperlihatkan sisi baiknya. Masuk jurusan yang sangat diidam-idamkan, IPA. Semakin terlena dengan kesibukan akademik. Tiap minggu hanya disibukkan oleh sekolah dan bimbel. Mulai meninggalkan ekstrakulikuler yang pernah diikuti. KIR-ku mulai menghilang. Klub ini semakin aneh, kegiatannya tidak jelas dan pertemuan pekanannya pun tidak ada. Jadi dengan sendirinya dengan semakin tenggelamnya klub ini semakin menarik diri dari keanggotaan klub ini. Lalu ittazura. Klub yang sangat..sangat…sangat diminati ini pun menjadi korban. Perlahan menarik diri. Bukannya sengaja, namun jadwal bimbel yang selalu bertabrakan memaksa diri ini untuk mengorbankannya. Mulai menjadi siswa yang study oriented. Program tahun kedua ini benar-benar menarik seluruh selera ber-ekstrakulikuler aku. Hanya DKM yang masih bertahan. Itu pun status keanggotaannya dipertanyakan.
Tahun kedua. Mulai sesekali menghadiri kegiatan pekanan di DKM. Mulai dari ta’lim, keputrian, dan mentoring. Tadarus, dengan sendirinya kegiatan ini menghilang. Hari itu, rabu. Berjalan mendekati pintu masjid di sekolah, dengan malu-malu melepas sepatu dan masuk ke dalam masjid. Sedikit ragu, berjalan menuju lingkaran kecil yang hanya berisi sekitar 3 orang. Jalan perlahan bersama seorang teman yang biasa menghilang bersama dari kegiatan-kegiatan DKM. Duduk diantara teman-teman. Mengambil posisi yang tidak terlalu mengambil perhatian kakak alumni. Kakak itu biasa kami panggil teteh mentor. Entah ini pertemuan keberapa yang sudah berlangsung. Pertemuan ke 5 yang baru aku hadiri. Namun, inilah pertemuan yang benar-benar berarti. Saat itu, baru kali itu merasakan kenyamanan. Mendengar cerita mereka, perhatian dari teteh mentor. Mereka tidak pernah mempermasalahkan tindakkan aneh selama ini. Menghilang bagi mereka hal yang wajar, dan mereka menganggap seolah kejadiaan itu tidak pernah ada. Mereka tetap memberikan penerimaan yang luar biasa. Disinilah semua berubah. Suatu titik yang merubah seluruh hidup ini.
Mulai mengikuti seluruh kegiatan DKM. Turut aktif dalam berbagai kegiatannya. Disamping bimbel, inilah yang menjadi hobi baru. Kegiatan pekanan. Ta’lim yang selalu menghibur, Keputrian yang benar-benar menguras energi dan hati tapi menyenangkan, serta mentoring yang menyejukkan. Saat itu, sampai-sampai sering timbul sebuah harapan, “bisakan aku seperti mereka?”. Sebuah do’a “ingin menjadi seperti teteh mentor. Ingin keputrian tetap berjalan. Ingin teman-teman semua merasakan serunya Ta’lim, segarnya Keputrian dan sejuknya Mentoring.”
Saat itu, teteh mentorlah yang menjadi cerminan. Hanya beliau sosok yang aku kagumi. Ingin seperti beliau. Mulai mengenalkan kami pada Tarbiyah. Masih samar, dan tidak frontal beliau kenalkan. Kami pun menganggap ini hal biasa. Selalu saja, ada yang kurang saat tidak bertemu. Rasanya, ada cerita yang kurang saat tidak bertemu. Cerita dari mereka, hanya ada aku.
Tahun ketiga. Masih mengikuti kegiatan pekanan. Kali ini fokus hanya sekolah-bimbel-mentoring-keputrian. Kegiatan-kegiatan pekanan lainnya mulai menghilang Ta’lim mulai sepi. Pemateri yang super sibuk membuat kami harus mengganti pemateri. Ternyata mencari pemateri yang pas itu sulit. Dan akhirnya kesadaran diriliah yang dituntut. Hemh,
Tahun ketiga, semester dua. Mentoring mulai ilang-ilang timbul. Teteh mentor mulai sibuk dengan skripsi dan tugas akhir, kami yang sibuk mempersiapkan UAN dan tes-tes masuk perguruan tinggi, membuat kami semakin jarang bertemu. Enam bulan berlalu, hanya sesekali kami bertemu dalam lingkaran itu. Tidak terasa, waktu itu datang. Berbagai tes perguruan tinggi mulai dibuka. Undangan untuk mengikuti PMDK pun datang. Tidak begitu yakin, hanya mencoba peruntungan saja, mencoba meng-apply berkas-berkas untuk pendaftaran ke salah satu perguruan tinggi negeri di bogor. Pas sekali, perguruan tinggi ini memang memiliki fokus pendidikan di bidang pertanian. Bidang yang sangat aku idam-idamkan. Tidak lama setelah itu, pengumuman pun datang. Pengumuman pertama dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Bandung, menerima aku sebagai mahasiswi Agroteknologi. Huft, sayang sama sekali tidak berminat. Saat itu satu-satunya perguruan tinggi yang aku inginkan hanyalah IPB. Lucu, padahal saat dulu meng-apply berkas PMDK sama sekali belum terbayang akan IPB. Namun, ternyata selama masa penantian itu, rasa ingin bergabung dengan mereka-mereka di IPB semakin besar. Semakin condong ke IPB, tanpa ragu.
Tidak lulus di PMDK, semakin menambah rasa penasaran. Jalur ujian mandiri pun dipilih. Semua diurus sesuai prosedur hingga tiba waktunya pengumuman. Waktu yang sangat dinanti. Diterima!. Haha, Alhamdulillah. Langsung meng-cancle pendaftaran ke perguruan tinggi bandung itu. Namun, karena kabar ini membuat aku menzhalimi salah satu perguruan tinggi negeri di bandung lainnya. Saat itu masih jadwal tes. Pikiran ini sudah melayang jauh ke bogor. Dan tes itu pun terabaikan.
Sedikit sedih karena harus meninggalkan lingkaran kecil-ku di Bandung. Padahal dulu niat ke bogor itu untuk menghindar dari amanah untuk mengurus adik-adik junior. Namun kini, justru jadi ragu.
Tingkat satu. Masa-masa labil. Mendapatkan banyak hal baru. Belum pernah mengalami hal-hal aneh seperti ini sebelumnya. Suatu hari, pulang ke Bandung. Mengambil sebuah surat. Surat ini yang secara formal meresmikan pindahnya aku ke bogor. Hika, sedih. Entah, tapi rasanya sangat sedih. Tiga tahun bersama beliau dan mereka. Banyak sekali cerita yang tidak ingin dilupakan. bersama-sama memperbaiki diri, membina diri menjadi mukmin yang seutuhnya. Kadang emang belum bisa menerima kenyataan hidup, kalo semua itu ga ada yang abadi. Berganti posisi, berganti tempat, berganti teman, berganti fokus, berganti murobbiah. Semua itu sebenarnya hal yang wajar. Hanya butuh sedikit pengertian dan penerimaan.
Setelah itu, semua mulai berubah. Disinilah semua hal baru itu terjadi. Kampus hijau yang penuh dengan berbagai mata kuliah kehidupan. SKS 4, haha kami sering mengatakan hal itu. Hingga kini, seolah sudah tidak mengenal lagi diri tempo dulu. Kini, semakin tenggelam di jalan itu. Dua masa di jalan ini sudah terlewati. Kini, masa berikutnya menanti. Perlahan, kesadaraan ini muncul. Dewasa, awalnya berasa seperti dikarbit. Namun dengan sendirinya sifat itu muncul. Sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungan saat ini.
Tingakat dua. Kini, inilah aku diriku sekarang. Jauuuh di luar bayangan. Tarbiyah, kini mulai memahaminya.
Sebuah perjalanan mengantar diri ini hingga mencapai masa ini. Berbagai bekal pemahaman mereka berikan sebagai pengantar menuju masa ini. Belum, belum seberapa dibanding mereka yang sudah melangkah jauuuuh di depan sana. Belum seberapa dibanding mereka yang sudah merasakan asam-manis jalan ini. New Comers. It’s me.. masih butuh banyak buku dan pengalaman. Tapi, tetap bersyukur bisa ikut berada mengukir sebuah sejarah meski hanya mengisi satu kalimat saja. Tapi tetap, syukron jiddan untuk pegalaman berharga ini.
Selanjutnya,
Biar Allah yang membuat kerangka cerita selanjutnya kemudian jari ini kan merangkat kata-demi kata untuk membuat cerita selanjutnya..
Siap-siap untuk cerita selanjutnya…..
Bismillah, karena start itu dimulai dari finish
December 24, 2011 at 10:52 pm
(renovasian jugaa, :D)